Deteksi Banjir dengan IoT, Jangan Tunggu Tenggelam!
Deteksi banjir dengan IoT adalah solusi untuk meminimalisir kerugian akibat banjir. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan daerah rawan banjir lainnya, teknologi ini menjadi ‘pengawas pintar’ yang berjaga 24 jam.
Pendeteksi banjir berbasis IoT memudahkan pemerintah dalam melakukan pengawasan dan peringatan dini. Tujuannya untuk meminimalisir korban dan kerugian akibat meluapnya air di daerah rawan.
Sistem monitoring banjir berbasis IoT juga menawarkan akurasi tingkat tinggi dengan kualitas olah data yang mumpuni. Dibandingkan sistem monitoring manual yang masih mengandalkan teknologi lama, IoT tentu lebih menjamin keselamatan dan keamanan masyarakat dari bencana banjir.
Cara Kerja Sistem Pendeteksi Banjir IoT
Bagian paling vital dari sistem deteksi banjir dengan IoT adalah sensor. Karena sensor adalah komponen yang membaca, mengawasi, dan mengirimkan data kondisi air, maka akurasi sensor adalah kunci utama dari teknologi ini.
Di lapangan, sensor IoT bekerja dengan cara memantau berbagai indikator, di antaranya:
- Level (ketinggian) air
- Volume air
- Kuat arus dan tekanan air, dan lain sebagainya
Sensor kemudian mengirimkan data ke software yang bertugas untuk mengolah data. Software ini memiliki informasi tentang kondisi air normal berdasarkan riwayat data ataupun input manual.
Transmisi dari sensor ke software bisa menggunakan berbagai macam jaringan sesuai kebutuhan dan kondisi di lapangan. Yang paling populer adalah infrastruktur jaringan LoRaWAN yang bekerja di pita tak berlisensi, sehingga bisa beroperasi di daerah yang tidak terjangkau sinyal seluler.
Misalnya, IoT sudah mengetahui kondisi normal air sungai berdasarkan level, volume, arus, dan tekanan. Jika suatu hari IoT menerima data dari sensor bahwa salah satu atau lebih indikator berada di atas kondisi normal, ketinggian air yang meningkat dan arus yang terlalu kuat misalnya, maka software menyimpulkan bahwa sungai berada di status rawan.
Tingkatan dan kriteria status pun beraneka ragam. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggunakan istilah Siaga dan Waspada sebagai status peringatan banjir. Status Siaga pun terbagi lagi ke dalam Siaga 1 sampai 4 sesuai kondisi masing-masing wilayah.
Setelah software menemukan potensi banjir, software akan memberikan alert sebagai peringatan. Alert bisa berupa sirine, notifikasi smartphone, hingga buka-tutup jalur air otomatis.
Begitu menerima alert dari IoT, pihak berwenang bisa segera mengambil langkah mitigasi dengan mengevakuasi warga dan upaya-upaya lain sesuai standar mitigasi bencana.
Warga sekitar pun bisa langsung mengambil inisiatif dengan mengamankan harta benda dan menjalankan prosedur evakuasi yang sudah dilatih sebelumnya.
Dengan begitu, jumlah korban dan kerugian akibat banjir bisa ditekan. Sedangkan tanpa sistem deteksi banjir dengan IoT, banjir bisa mengakibatkan kerugian lebih besar akibat kurangnya antisipasi.
3 Jenis Sensor Deteksi Banjir dengan IoT
Anda sudah memahami cara kerja IoT deteksi banjir dan betapa pentingnya akurasi sensor di dalamnya. Cara membuat alat deteksi banjir menggunakan IoT pun bertumpu pada jenis sensor yang Anda pakai. Setidaknya ada 3 jenis sensor yang umum digunakan untuk teknologi ini.
1. Sensor Ultrasonic
Sensor ultrasonic adalah sensor IoT deteksi banjir yang bekerja dengan cara mengirimkan gelombang suara untuk menentukan ketinggian air. Jenis Sensor ini sangat cocok digunakan untuk memantau level air di tangki industri ataupun ketinggian air sungai dari jembatan.
Caranya, sensor mengirimkan gelombang suara yang akan memantul begitu mencapai permukaan air. Dari sini, sensor mendapatkan data berupa waktu yang dibutuhkan gelombang untuk memantul kembali.
Data ini mengindikasikan ketinggian air dan jarak air dari sensor. Software kemudian mengolah data ini dan membandingkannya dengan kondisi normal untuk menentukan apakah ketinggian air masih dalam batas wajar atau sudah memasuki kondisi rawan.
Sampai saat ini, sensor ultrasonic adalah sensor deteksi banjir dengan IoT andalan berstandar industri berkat akurasi dan frekuensi gelombang suaranya yang tinggi.
2. Sensor Transduser Tekanan
Transduser tekanan adalah sensor IoT deteksi banjir yang bekerja dengan cara mengukur bobot air. Cara kerjanya secara umum sama seperti timbangan.
Bekerja dari dasar air, sensor ini mengukur bobot air yang berada di atasnya. Bobot ini memberikan gambaran tentang seberapa banyak air yang berada di area tersebut.
Sama seperti ultrasonic wave, software kemudian membandingkan data dari sensor dengan bobot wajar air pada kondisi normal. Jika data sensor melampaui bobot wajar, maka software akan menyalakan alert untuk memperingatkan semua orang.
Ada tantangan tersendiri untuk sensor ini. Karena berada di dasar air, ada banyak skenario tak terduga yang berpotensi mengganggu sensor. Misalnya, kandungan lumpur, sampah, dan apapun yang mengendap di dasar air akan menambah bobot keseluruhan.
Hal ini bisa berakibat fatal. Sensor transduser tekanan mungkin saja menyalakan alert karena bobot yang terlampau tinggi. Padahal yang bobotnya tinggi bukanlah air melainkan endapan lumpur dan sampah.
Untuk skenario industri yang terkontrol seperti sumur uji coba, sensor ini bisa bekerja maksimal. Tapi di area yang tidak terkontrol seperti sungai atau danau, sensor transduser tekanan bukan pilihan yang tepat untuk membuat sistem deteksi banjir dengan IoT.
3. Sensor Radar
Sensor radar adalah sensor IoT deteksi banjir yang cara kerjanya menyerupai ultrasonic, namun lebih canggih. Walaupun sama-sama mengirimkan gelombang untuk mendeteksi ketinggian, sensor radar mampu memberikan hasil lebih akurat.
Alasannya karena sensor radar menggunakan probe untuk memandu radar dan gelombang elektromagnetik dalam mendeteksi objek. Jadi gelombang hanya akan memantul saat menabrak objek yang tepat, bukan objek lain yang berpotensi mengganggu pekerjaan sensor.
Mari kita buat ilustrasi air sungai. Terkadang, permukaan air sungai mengandung busa atau uap akibat limbah industri, deterjen, dan lain sebagainya. Jika Anda menggunakan sensor ultrasonic, gelombang akan memantul saat menabrak busa atau uap.
Hal ini tentu saja menghasilkan data yang tidak akurat. Sensor akan mengira bahwa level air sangat tinggi, padahal yang memantulkan gelombang sensor bukanlah permukaan air melainkan busa atau uap di atasnya.
Sedangkan jika Anda menggunakan sensor radar, gelombang dari sensor hanya akan memantul saat menyentuh air. Probe pada sensor mampu mengenali objek dan memberi instruksi kepada gelombang untuk menembus objek tersebut atau memantul kembali.
Dengan begitu, hasil deteksi sensor radar tentu lebih akurat daripada sensor ultrasonic. Sensor radar merupakan solusi terbaik untuk membuat deteksi banjir dengan IoT, meskipun harganya juga lebih mahal dibandingkan jenis sensor yang lain.
Deteksi Banjir dengan IoT untuk ‘Mengawal’ Daerah Rawan
Bencana banjir di Indonesia selalu masuk dalam agenda musibah tahunan nasional. Ibukota merupakan wilayah yang paling rawan mengalami banjir setiap musim penghujan.
Meskipun berbagai upaya terus dilakukan untuk mencegah, mengurangi, dan mengantisipasi banjir, nyatanya pola yang sama masih terus berulang dengan nilai kerugian mencapai puluhan milyar rupiah.
Sembari menata infrastruktur dan irigasi guna mengatasi banjir tahunan, pemerintah sebaiknya juga meningkatkan sistem pengawasan dan mitigasi bencana banjir.
Dan setiap membicarakan langkah pengawasan dan mitigasi, solusi terbaik yang harus secepatnya kita adopsi adalah deteksi banjir dengan IoT.